Thursday, March 28, 2013


Fungsi dan Peranan Bank Umum, Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Indonesia (Bank Sentral)

  
Jenis – Jenis Bank
Pada dasarnya bank dibangi menjadi 3, yaitu Bank Sentral, Bank Umum  dan Bank Pengkreditan Rakyat.

 Bank Sentral, merupakan bank yang mengatur berbagai kegiatan yang berkaitan dengan
dunia perbankan dan dunia keuangan disuatu negara. Disetiap negara hanya ada satu bank sentral yang dibantu oleh cabang-cabangnya.
Indonesia memiliki Bank Sentral yaitu Bank Indonesia yang merupakan bank yang dapat membuat uang kartal baik dalam bentuk kertas atupun logam. Bank Indonesia memiliki tugas-tugas sebagai Bank Sentral Indonesia yaitu :
  • Mengatur peredaran uang di Indonesia ( Bank Sirkulasi )
  • Sebagai tempat penyimpanan terakhir (Lender of the last resort )
  • Mengatur perbankan Indonesia ( Bank to Bank )
  • Mengatur perkreditan
  • Menjaga stabilitas mata uang
  • Mengajukan pencetakan / penambahan mata uang rupiah, dll
Bank Umum,
merupakan bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Tetapi lepas dari itu Bank Umum merupakan suatu lembaga profit yang tujuan utamanya adalah mencari keuntungan. Bank umum menawarkan berbagai layanan produk dan jasa kepada masyarakat dengan fungsi seperti menghimpun dana secara langsung dari masyarakat dalam berbagai bentuk, memberi kredit pinjaman kepada masyarakat yang membutuhkan, jual beli valuta asing / valas, menjual jasa asuransi, jasa giro, jasa cek, menerima penitipan barang berharga, dan lain sebagainya.
Yang membedakan Bank Umum dengan Bank Sentral adalah Bank Sentral dapat menerbitkan Uang Kartal sedangkan Bank Umum hanya dapat menerbitkan Uang Giral.

Bank Perkreditan Rakyat,
merupakan bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Serta Bank Perkreditan Rakyat juga merupakan bank penunjang yang memilik keterbatasan wilayah operasional dan dana yang dimiliki dengan layanan yang terbatas pula seperti memberikan kridit pinjaman dengan jumlah yang terbatas, menerima simpanan masyarakat umum, menyediakan pembiayaan dengan prinsip bagi hasil, penempatan dana dalam sbi / sertifikat bank indonesia, deposito berjangka, sertifikat / surat berharga, tabungan, dan lain sebagainya.
Pada Bank Pengkreditan Rakyat, sistem yang digunakan hamper sama dengan system yang digunakan pada koprasi yaitu dengan cara bagi hasil pada setiap bulannya kepada setiap anggotanya. Serta yang membedakan Bank Pengkreditan Rakyat dengan Bank Umum yaitu pada Bank Umun dapat menerbitkan Uang Giral sedangkan untuk BPR tidak dapat menerbitkan Uang Giral baik itu dalam bentuk rekening atau giro.


FINANCIAL WORLD FLOW

Dengan semakin banyaknya Bank yang timbul, maka Bank pun menjalin kerjasama untuk menjual produk, misalkan motor (dikarenakan Bank tidak boleh menjual barang seperti motor).
BANK  > Perusahaan Leasing       (Misalkan PT.HIS) > i4 – i2; i4 adalah nasabah
Perusahaan Motor         (Misalkan PT.WHR)
Perusahaan Asuransi     (Misalkan ADC)
Perusahaan Reasuransi  (Misalkan KLM)
Perusahaan Retrocessi   (Misalkan OPQ ), hanya ada di Luar Negri ( LN )Perusahaan Asuransi
 
Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hokum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Dari Aspek Finansial :
Asuransi adalah pengaturan finansial yang meredistribusikan biaya dari kerugian yang tidak diharapkan, dari sebagian anggota (tertanggung) yang tidak beruntung kepada seluruh anggota dalam kelompok asuransi tertentu.
Dari Aspek Legal :
Asuransi adalah pengaturan kontraktual (polis) di mana satu pihak bersedia untuk membayar sejumlah premi dan pihak lainnya bersedia mengganti kerugian pihak lainnya.
      Anjak Piutang (Factoring)
Perusahaan yang kegiatannya adalah melakukan penagihan atau pembelian, atau pengambilalihan atau pengelolaan hutang piutang suatu perusahaan dengan imbalan atau pembayaran tertentu milik perusahaan.
Kegiatan utama anjak piutang adalah mengambilalihkan pengurusan piutang suatu tanggung jawab tertentu, tergantung kesepakatan dengan pihak kreditur (pihak yang punya piutang). Usaha-usaha yang dijalankan oleh perusahaan anjak piutang berkaitan dengan pengambilalihan dan pengelolaan piutang suatu perusahaan, tergantung permintaan pihak kreditur.
Keuntungan yang diperoleh masing-masing pihak adalah sebagai berikut:
a. Bagi perusahaan anjak piutang
1. Memperoleh keuntungan berupa Fee atau biaya administrasi,
2. Membantu Menyelesaikan Pertikaian diantara kreditur dan debitur,
3. Membantu pihak menajemen pihak kreditur dan penyelenggaraan kredit.
b. Bagi Kredit (klien)
1. Mengurangi resiko kerugaian,
2. Memperbaiki system administrasi,
3. Memperlancar kegiatan usaha.
c. Bagi debitur, Memberikan motivasi kepada debitur untuk segera membayar  secepatnya, karena ada rasa malu sehingga berusaha sekuat tenaga untuk segera membayar dengan berbagai cara.

Wednesday, March 27, 2013

KARYA ILMIAH DAN NON ILMIAH


Pengertian Karangan Ilmiah

Pengertian karangan Ilmiah merupakan sebuah Karya yang baik dan bisa kita ambil kesimpulan untuk mendapatkan inspirasi dari sebuah Karya Ilmiah tersebut. Berikut adalah sedikit penjelasan tentang Karya Ilmiah.
Pengertian karangan Ilmiah adalah Sebuah karya tulis yang mana didalam isinya mengungkapkan suatu pembahasan yang lengkap dan secara ilmiah yang dituliskan oleh seorang penulis. Untuk memberitahukan sesuatu hal secara logis dan sistematis kepada para pembaca.
Karya ilmiah juga biasanya ditulis untuk mencari sebuah jawaban mengenai sesuatu hal yang di teliti dan untuk membuktikan kebenaran tentang sesuatu yang terdapat dalam objek tulisan tersebut. Biasanya tulisan ilmiah sering mengangkat tema seputar hal-hal yang baru (aktual) dan belum pernah ditulis oleh orang lain agar terlihat beda dan terkesan baik.
Istilah karya ilmiah adalah mengacu kepada sebuah karya tulis yang menyusun dan menyajikan berdasarkan pada suatu kajian ilmiah dan cara kerja ilmiah. Didalam sebuah penulisan karya ilmiah, baik makalah maupun laporan penelitian biasanya telah didasarkan pada suatu kajian ilmiah dan cara kerja yang ilmiah.Sekian informasi sederhana saya mengenai Pengertian Karya Ilmiah. Karya ilmiah atau dalam bahasa Inggris (scientific paper) adalah laporan tertulis dan publikasi yang memaparkan hasil penelitian atau pengkajian yang telah dilakukan oleh seseorang atau sebuah tim dengan memenuhi kaidah dan etika keilmuan yang dikukuhkan dan ditaati oleh masyarakat keilmuan. Terdapat berbagai jenis karangan ilmiah, antara lain laporan penelitian, makalah seminar atau simposium, dan artikel jurnal yang pada dasarnya semua itu merupakan produk dari kegiatan ilmuwan.
Data, simpulan, dan informasi lain yang terkandung dalam karya ilmiah biasa dijadikan acuan (referensi) ilmuwan lain dalam melaksanakan penelitian atau pengkajian selanjutnya. Isi (batang tubuh) sebuah karya ilmiah harus memenuhi syarat metode ilmiah. Menurut John Dewey ada 5 langkah pokok proses ilmiah, yaitu (1) mengenali dan merumuskan masalah, (2) menyusun kerangka berpikir dalam rangka penarikan hipotesis, (3) merumuskan hipotesis atau dugaan hasil sementara, (4) menguji hipotesis, dan (5) menarik kesimpulan.

Contoh karangan ilmiah
Karangan ilmiah: memiliki aturan baku dan sejumlah persyaratan khusus yang menyangkut  metode dan penggunaan bahasa.
Pengertian Karangan Non Ilmiah
Pengertian karangan non ilmiah merupakan istilah yang sudah sangat lazim diketahui orang dalam dunia tulis-menulis. Berkaitan dengan istilah ini, ada  juga sebagian ahli bahasa menyebutkan karya fiksi dan nonfiksi. Terlepas dari bervariasinya penamaan tersebut, hal yang sangat penting untuk diketahui adalah baik karya ilmiah maupun nonilmiah/fiksi dan nonfiksi atau apa pun namanya, kedua-keduanya memiliki perbedaan yang signifikan.
Perbedaan-perbedaan yang dimaksud dapat dicermati dari beberapa aspek. Pertama,karya ilmiah harus merupakan pembahasan suatu hasil penelitian (faktual objektif). Faktual objektif adalah adanya kesesuaian antara fakta dan objek yang diteliti. Kesesuaian ini harus dibuktikan dengan pengamatan atau observasi. Keduakarya ilmiah bersifat metodis dan sistematis. Artinya, dalam pembahasan masalah digunakan metode atau cara-cara tertentu dengan langkah-langkah yang teratur dan terkontrol melalui proses pengidentifikasian masalah dan penentuan strategi. Ketigadalam pembahasannya, tulisan ilmiah menggunakan ragam bahasa ilmiah. Dengan kata lain, ia ditulis dengan menggunakan kode etik penulisan karya ilmiah. Perbedaan-perbedaan inilah yang dijadikan dasar para ahli bahasa dalam melakukan pengklasifikasian.
Karangan nonilmiah yang telah disebutkan di atas, terdapat juga karangan yang berbentuk semiilmiah/ilmiah populer. Sebagian ahli bahasa membedakan dengan tegas antara karangan semiilmiah ini dengan karangan ilmiah dan nonilmiah. Finoza (2005:193) menyebutkan bahwa karakteristik yang membedakan antara karangan semiilmiah, ilmiah, dan nonilmiah adalah pada pemakaian bahasa, struktur, dan kodifikasi karangan. Jika dalam karangan ilmiah digunakan bahasa yang khusus dalam di bidang ilmu tertentu, dalam karangan semiilmiah bahasa yang terlalu teknis tersebut sedapat mungkin dihindari. Dengan kata lain, karangan semiilmiah lebih mengutamakan pemakaian istilah-istilah umum daripada istilah-istilah khusus. Jika diperhatikan dari segi sistematika penulisan, karangan ilmiah menaati kaidah konvensi penulisan dengan kodifikasi secara ketat dan sistematis, sedangkan karangan semiilmiah agak longgar meskipun tetap sistematis. Dari segi bentuk, karangan ilmiah memiliki pendahuluan (preliminaris)  yangtidak selalu terdapat pada karangan semiilmiah.
Berdasarkan karakteristik karangan ilmiah, semiilmiah, dan nonilmiah yang telah disebutkan di atas, yang tergolong dalam karangan ilmiah adalah laporan, makalah, skripsi, tesis, disertasi; yang tergolong karangan semiilmiah antara lain artikel,  feature, kritik, esai, resensi; yang tergolong karangan nonilmiah adalah anekdot, dongeng, hikayat, cerpen, cerber, novel, roman, puisi, dan naskah drama.
Karya nonilmiah sangat bervariasi topik dan cara penyajiannya, tetapi isinya tidak didukung fakta umum. Karangan nonilmiah ditulis berdasarkan fakta pribadi, dan umumnya bersifat subyektif. Bahasanya bisa konkret atau abstrak, gaya bahasanya nonformal dan populer, walaupun kadang-kadang juga formal dan teknis. Karya nonilmiah bersifat (1) emotif: kemewahan dan cinta lebih menonjol, tidak sistematis, lebih mencari keuntungan dan sedikit informasi, (2) persuasif: penilaian fakta tanpa bukti. Bujukan untuk meyakinkan pembaca, mempengaruhi sikap cara berfikir pembaca dan cukup informative, (3) deskriptif: pendapat pribadi, sebagian imajinatif dan subjektif, dan (4) jika kritik adakalanya tanpa dukungan bukti.

Contoh karangan non ilmiah
Karangan non ilmiah: karangan yang tidak terikat pada karangan baku
Misal: anekdot, opini, dongeng, hikayat, cerpen, novel, roman, dan naskah drama.
 Pengertian Karangan Semi Ilmiah
Pengertian karangan semi ilmiah adalah sebuah penulisan yang menyajikan fakta dan fiksi dalam satu tulisan dan penulisannyapun tidak semiformal tetapi tidak sepenuhnya mengikuti metode ilmiah yang sintesis-analitis karena sering di masukkan karangan non-ilmiah. Maksud dari karangan non-ilmiah tersebut ialah karena jenis Semi Ilmiah.
Pengertian karangan semi ilmiah merupakan karangan yang menyajikan fakta dan fiksi dalam satu tulisan. Penulisannyapun tidak semiformal tetapi tidak sepenuhnya mengikuti metode ilmiah. Penulisan yang baik dan benar, ditulis dengan bahasa konkret, gaya bahasanya formal, kata-katanya tekhnis dan didukung dengan fakta umum yang dapat dibuktikan benar atau tidaknya atau sebuah penulisan yang menyajikan fakta dan fiksi Jenis karangan semi ilmiah memang masih banyak digunakan misal dalam opini, editorial, resensi, anekdot, hikayat, dan karakteristiknya berada diantara ilmiah.
Mengarang merupakan kegiatan mengemukakan gagasan secara tertulis. Menurut Syafie’ie (1988:41), tulisan pada hakikatnya adalah representasi bunyi-bunyi bahasa dalam bentuk visual menurut sistem ortografi tertentu. Banyak aspek bahasa lisan seperti nada, tekanan irama serta beberapa aspek lainya tidak dapat direpresentasikan dalam tulisan. Begitu juga halnya dengan aspek fisik, seperti gerak tangan, tubuh, kepala, wajah, yang mengiringi bahasa lisan tidak dapat diwujudkan dalam bahasa tulis. Oleh karena itu, dalam mengemukakan gagasan secara tertulis, penulis perlu menggunakan bentuk tertentu. Betuk-bentuk tersebut, seperti dikemukakan oleh Semi (2003:29) bahwa secara umum karangan dapat dikembangkan dalam empat bentuk yaitu narasi, ekposisisi, deskripsi, dan argumentasi.
Contoh karangan ilmiah:
Karangan semi ilmiah atau ilmiah populer: karakteristiknya berada di antara ilmiah dan non ilmiah
Misal: artikel, editorial, opini, feuture, reportase
Pengertian karya non ilmiah
Karya non-ilmiah adalah karangan yang menyajikan fakta pribadi tentang pengetahuan dan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari, bersifat subyektif, tidak didukung fakta umum, dan biasanya menggunakan gaya bahasa yang popular atau biasa digunakan (tidak terlalu formal).
Ciri-ciri karya tulis non-ilmiah
ditulis berdasarkan fakta pribadi,
fakta yang disimpulkan subyektif,
gaya bahasa konotatif dan populer,
tidak memuat hipotesis,
penyajian dibarengi dengan sejarah,
bersifat imajinatif,
situasi didramatisir,
bersifat persuasif.
tanpa dukungan bukti
Jenis-jenis yang termasuk karya non-ilmiah
Dongeng
Cerpen
Novel
Drama
roman.
Perbedaan Karya Ilmiah dengan Non-ilmiah
Istilah karya ilmiah dan nonilmiah merupakan istilah yang sudah sangat lazim diketahui orang dalam dunia tulis-menulis. Berkaitan dengan istilah ini, ada juga sebagian ahli bahasa menyebutkan karya fiksi dan nonfiksi. Terlepas dari bervariasinya penamaan tersebut, hal yang sangat penting untuk diketahui adalah baik karya ilmiah maupun nonilmiah/fiksi dan nonfiksi atau apa pun namanya, kedua-keduanya memiliki perbedaan yang signifikan.
Perbedaan-perbedaan yang dimaksud dapat dicermati dari beberapa aspek.
Pertama
Karya ilmiah harus merupakan pembahasan suatu hasil penelitian (faktual objektif). Faktual objektif adalah adanya kesesuaian antara fakta dan objek yang diteliti. Kesesuaian ini harus dibuktikan dengan pengamatan atau empiri.
Kedua
Karya ilmiah bersifat metodis dan sistematis. Artinya, dalam pembahasan masalah digunakan metode atau cara-cara tertentu dengan langkah-langkah yang teratur dan terkontrol melalui proses pengidentifikasian masalah dan penentuan strategi.
Ketiga
Dalam pembahasannya, tulisan ilmiah menggunakan ragam bahasa ilmiah. Dengan kata lain, ia ditulis dengan menggunakan kode etik penulisan karya ilmiah.
Perbedaan-perbedaan inilah yang dijadikan dasar para ahli bahasa dalam melakukan pengklasifikasian. Karya nonilmiah sangat bervariasi topik dan cara penyajiannya, tetapi isinya tidak didukung fakta umum. Karangan nonilmiah ditulis berdasarkan fakta pribadi, dan umumnya bersifat subyektif. Bahasanya bisa konkret atau abstrak, gaya bahasanya nonformal dan populer, walaupun kadang-kadang juga formal dan teknis.
Karya nonilmiah bersifat
(1) emotif: kemewahan dan cinta lebih menonjol, tidak sistematis, lebih mencari keuntungan dan sedikit informasi.
(2) persuasif: penilaian fakta tanpa bukti. Bujukan untuk meyakinkan pembaca, mempengaruhi sikap cara berfikir pembaca dan cukup informative
(3) deskriptif: pendapat pribadi, sebagian imajinatif dan subjektif.
(4) jika kritik adakalanya tanpa dukungan bukti.

METODE ILMIAH DAN CONTOH


Pengertian Metode Ilmiah


Metode Ilmiah merupakan suatu cara sistematis yang digunakan oleh para ilmuwan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Metode ini menggunakan langkah-langkah yang sistematis, teratur dan terkontrol.karakteristik penelitian ilmiah, yaitu :

1.    Sistematik.Berarti suatu penelitian harus disusun dan dilaksanakan secara berurutan sesuai pola dan kaidah yang benar, dari yang mudah dan sederhana sampai yang kompleks.

2.   Logis.Suatu penelitian dikatakan benar bila dapat diterima akal dan berdasarkan fakta empirik. Pencarian kebenaran harus berlangsung menurut prosedur atau kaidah bekerjanya akal, yaitulogika. Prosedur penalaran yang dipakai bisa prosedur induktif yaitu cara berpikir untuk menarik kesimpulan umum dari berbagai kasus individual (khusus) atau prosedur deduktif yaitu cara berpikir untuk menarik kesimpulan yang bersifat khusus dari pernyataan yang bersifat umum.

3.   Empirik.Artinya suatu penelitian biasanya didasarkan pada pengalaman sehari-hari (fakta aposteriori,yaitu fakta dari kesan indra) yang ditemukan atau melalui hasil coba-coba yang kemudian diangkat sebagai hasil penelitian. Landasan penelitian empirik ada tiga yaitu :

a.   Hal-hal empirik selalu memiliki persamaan dan perbedaan (ada penggolongan atau perbandingan satu sama lain).

b.   Hal-hal empirik selalu berubah-ubah sesuai dengan waktu.

c.   Hal-hal empirik tidak bisa secara kebetulan, melainkan ada penyebabnya (ada hubungan sebab akibat).

4.   Replikatif.

Artinya suatu penelitian yang pernah dilakukan harus diuji kembali oleh peneliti lain dan harus memberikan hasil yang sama bila dilakukan dengan metode, kriteria, dan kondisi yang sama. Agar bersifat replikatif, penyusunan definisi operasional variabel menjadi langkah penting bagi seorang peneliti.

Langkah-langkah Operasional Metode Ilmiah

a. Perumusan masalah; yang  dimaksud dengan masalah yaitu  pernyataan apa, mengapa, ataupun bagaimana tentang obyek yang teliti. Masalah itu harus jelas batas-batasnya serta dikenal faktor-faktor yang mempengaruhinya.

b. Penyusunan hipotesis; yang dimaksud hipotesis yaitu suatu pernyataan yang menunjukkan kemungkinan jawaban untukmemecahkan masalah yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, hipotesis merupakan dugaan yang tentu saja didukung oleh pengetahuan yang ada. Hipotesis juga dapat dipandang sebagai jawaban sementara dari permasalahan yang harus diuji kebenarannya dalam suatu obserevasi atau eksperimentasi.

c. Pengujian hipotesis; yaitu berbagai usaha pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis yang telah diajukan untuk dapatmemperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung hipotesis tersebut atau tidak. Fakta-fakta ini dapat diperoleh melalui pengamatan langsung dengan mata atau teleskop atau dapat juga melalui uji coba atau eksperimentasi, kemudian fakta-fakta itu dikumpulkan melalui penginderaan.

d. Penarikan kesimpulan; penarikan kesimpulan ini didasarkan atas penilaian melalui analisis dari fakta (data) untuk melihat apakah hipotesis yang diajukan itu diterima atau tidak. Hipotesis itu dapat diterima bila fakta yang terkumpul itumendukung pernyataan hipotesis. Bila fakta tidak mendukung maka hipotesis itu ditolak. Hipotesis yang diterima merupakan suatu pengetahuan yang kebenarannya telah diuji secara ilmiah, dan merupakan bagian dari ilmu pengetahuan. Keseluruhan langkah tersebut di atas harus ditempuh melaluiurutan yang teratur, langkah yang satu merupakan landasan bagi langkah berikutnya. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan yang disusun secara sistimatis, berlaku umum dan kebenarannya telah teruji secara empiris.

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Arkeologi
Arkeologi adalah disiplin ilmu yang tujuannya adalah untuk mengungkapkan kehidupan manusia masa lalu melalui kajian atas tinggalan; kebendaannya. Teknik penelitiannya yang khas adalah penggalian arkeologis, dalam hal ini disiplin ilmu yang ada disebelahnya adalah paleantologi yang dalam upayanya memperoleh data mengenai kehidupan fauna dan flora purba dapat pula menggunakan teknik penggalian.
Dalam perkembangan ilmu arkeologi dunia, ada tahap-tahapnya dimana ilmu ini hendak memperkuat jati dirinya, yaitu dengan mengetatkan metode dan teknik-teknik penelitiannya sendiri yang terpusat pada penggalian arkeologi yang juga dilihat dalam format jaringan antar situs.
Seni
Sejarah seni pertunjukan dalam rangka suatu paparan tentang sejarah kebudayaan Indonesia haruslah memberikan ruang yang cukup untuk pembahasan peranan seni pertunjukan dalam perkembangan umum kebudayaan, artinya pembahasan seni pertunjukan itu tidak dapat terbatas pada permasalahan disekitar gaya dan teknik keseniannya saja, tetapi juga harus menyentuh masalah yang terkait dengan nilai-nilai dan konsepsi-konsepsi budaya yang melingkupinya.
Sejarah
Bangsa Indonesia adalah sebuah bangsa baru yang terdiri dari berbagai suku bangsa, yang semua pada dasarnya adalah pribumi. Artinya semua adalah suku-suku bangsa yang meskipun dahulu kala bermigrasi dari tempat lain, secara turun temurun telah tinggal diwilayah geografis Indonesia sekarang ini dan merasa bahwa itu adalah tanah airnya. Bangsa baru ini terbentuk karena suatu kemajuan politik untuk menyatakan diri dan dengan itu membangun sebuah negara serta membebaskan diri dari segala bentuk penjajahan oleh bangsa lain.
Rumusan Masalah
  1. Bagaimana perkembangan dan kebutuhan kontekstual arkeologi Indonesia?
  2. Bagaimana permasalahan sumber dan rekonstruksi?
  3. Bagaimana sejarah perkembangan bangsa?
BAB II
PEMBAHASAN
Arkeologi
Arkeologi Indonesia dalam Perspektif Global
Arkeologi sebagai sebuah bidang ilmu, dimanapun itu dilaksanakan, tidak akan dapat dan tidak boleh menyalahi kaidah-kaidah keilmuan modern yang transparan dan senantiasa siap untuk diuji. Subjektivitas yang dimungkinkan hanyalah pertama, dalam hal pemilihan teori sebagai dasar untuk menyusun interpretasi, serta kedua dalam hal penyikapan dalam kaitan dengan keputusan-keputusan yang dapat atau harus diambil berkenaan dengan penentuan prioritas penelitian, ataupun dalam kaitan dengan pemanfaatan hasil-hasil penelitian untuk kepentingan pendidikan dan pembinaan rasa kebangsaan.
Arkeologi Indonesia adalah pengetahuan arkeologi tentang Indonesia. Indonesia dapat dipahamkan sebagai pembatas wilayah maupun sebagai pokok bahasan. Pembatas wilayah ini mengikuti cakupan dari apa yang telah atau pernah menjadi wilayah negara yang bernama Indonesia, yaitu khususnya Republik Indonesia. Dalam hal ini tentulah tak dapat dielakkan bahwa pada masa-masa sejarah tertentu cakupan wilayah jelajah sub-bangsa Indonesia tertentu di satu sisi hanya meliputi sebagian, atau bahkan sebagian kecil saja, wilayah RI sekarang. Namun pada waktu yang sama jelajahnya itu kearah mata angin tertentu melampaui batas-batas negara Indonesia masa kini. Hal ini dapat dicontohkan dengan cakupan kerajaan Majapahit, Sriwijaya, maupun Melayu Kuno.
Adapun pokok bahasan yang Indonesia lebih ditentukan oleh ciri-ciri kebentukan ataupun teknologis yang menandai budaya atau bikinan Indonesia, artinya yang dibuat diwilayah Indonesia sekarang ini. Tempat penemuannya dapat saja di luar Indonesia. Sebagai contoh dapat dikemukakan arca-arca perunggu dengan ciri-ciri jawa tengah masa Mataram Kuno yang ditemukan di bekas wihara kuno agama Budha di Nalanda, Bengal. Tinggalan-tinggalan itu tentu masuk ke dalam pembahasan arkeologi Indonesia.
Tinjauan berikut ini semata-mata didasarkan pada apa yang hendak disajikan dalam pertemuan evaluasi hasil penelitian arkeologi kali ini. Sejumlah peneliti mencobau mencari elevansi pengetahuan arkeologi Indonesia dengan permasalahan bangsa Indonesia dewasa ini, khususnya yang berkenaan dengan multikulturalitas, toleransi, persatuan, maupun desentralisasi dan disintegrasi. Kejadian-kejadian ataupun cara-cara penanganan terhadap keadaan-keadaan tertentu di masa lalu dijadikan cermin untuk melihat persoalan-persoalan masa kini. Hal ini tentu dapat amat bermanfaat apabila benar-benar didukung oleh data yang dapat diandalkan, bukan semata-mata suatu spekulasi. Kajian dengan arahan ini juga dapat dilandasi dengan ancangan perbandingan, artinya tidak hanya untuk melihat persamaan-persamaan, melainkan juga perbedaan-perbedaan.
Kecenderungan positif lain yang tampak adalah berkembangnya minat untuk mengkaji lebih mendalam dan lebih meluas mengenai hubungan-hubungan sosial antarbangsa dan hubungan-hubungan budaya antarwilayah pada masa-masa lalu, mulai dari masa prasejarah. Bahkan, cakupan luas kajian budaya Austronesia di kawasan Pasifik telah diberi perhatian khusus. Dilakukan pula kajian ciri-ciri rasial pada sisa-sisa manusia purba untuk melacak keluasan jelajahnya. Analisis  bandingan lukisan pada batu cadas pun dicoba beri interpretasi mengenai migrasi. Terdapatnya penggambaran fauna asing di candi-candi pun dilihat sebagai fungsi mobilitas, meskipun sudah tentu tidak dengan sendirinya juga berkesejajaran dengan mobilitas penduduk.
Arah perhatian lain adalah untuk mengkaji kontinuitas dan perubahan, dengan mengambil kasus-kasus khusus. Beberapa studi etnografi, misalnya mengenai penguburan sekunder dan fungsi sapandu di Kalimantan (pada suku-suku bangsa Dayak tertentu) dimaksudkan sebagai penduga adat kebiasaan di balik artefak-artefak kuno dari berbagai masa dan daerah yang lain. Sudah tentu dalam hal ini kehati-hatian diperlukan agar kita tidak terjerumus ke dalam simplifikasi permasalahan.
Pengayaan dalam pengetahuan arkeologi juga didapat dari penemuan situs-situs baru, yang tidak jarang mencuatkan pula suatu permasalahan baru, ataupun sejumlah pertanyaan baru. Kesertaan dalam jaringan-jaringan informasi ilmiah (konvensional dan elektronik) akan selalu dapat membantu para peneliti arkeologi berada dalam posisi terinformasi secara mutakhir.
Strategi Pengembangan dan Kebutuhan Kontekstual Arkeologi Indonesia
Salah satu segi dari pengembangan ilmu pengetahuan adalah pengembangan teori. Dalam arkeologi berlaku juga teori-teori yang berkembang dalam ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu budaya pada umumnya, sebagai pengaruh interpretasi atas himpunan-himpunan datanya. Salah satu teori dasar adalah mengenai arah proses pembentukan kebudayaan, yaitu yang diperbedakan antara ‘teori idealistic” dan teori materialistic, serta paduan antara keduanya. Yang idealistic menyatakan  bahwa kebudayaan yang berintikan sistem gagasan itu, terbentuk karena terdapatnya kompetensi manusia dalam konseptualisasi dan dengan struktur konsep-konsep itu membentuk dan seterusnya mengembangkan kebudayaan. Sebaliknya, teori yang materialistic menyatakan bahwa pada dasarnya manusia dihadapkan pada kondisi-kondisi fisik material beserta peluang-peluang ekonominya yang khas dalam lingkungannya, dan tanggapan atas lingkungan fisik material ekonomi itulahy membentuk kehidupan kebudayaan.
Perkembangan ilmu juga terjadi melalui pendekatan lintas disiplin. Sudah lama arkeologi mencari bantuan disiplin-disiplin lain, khususnya dari gugusan ilmu fisika dan geologi, dalam upayanya untuk menentukan umur dari temuan-temuannya. Pengetahuan geo-morfologi misalnya boleh dikatakan melakukan ekskavasi. Disamping pelintasan disiplin yang bersifat tak bisa tidak itu terdapat pula perkembangan lintas disiplin yang lebih diarahkan oleh kreativitas dalam mencari dan merumuskan permasalahan. Daerah permasalahan baru yang dapat disebutkan adalah antara lain berkenaan dengan lingkungan masa lalu dan pengaruhnya terhadap pengambilan keputusan pada tingkat masyarakat atau komunitas. Suatu pendekatan multidisplin pun dapat disarankan untuk mengadakan kajian-kajian bandingan secara parallel pada berbagai komponen budaya dan bahkan genetika, dengan masing-masing mengembangkan klasifikasinya, misalnya yang meliputi bahasa gerabah, megalit, arsitektur, musik, tari, dan ciri-ciri genetik.
Pengembangan metode dan teknik penelitian sudah terjadi sepanjang perkembangan ilmu arkeologi. Kita telah mengalami misalnya gerakan New Archaeology yang menekankan pada ancangan positivistic dan analisis kuantitatif. Di antara teknik penelitian lapangan yang dikembangkan secara khusus adalah tekniks ekskavasi di dalam air, yang mempunyai derajat kesulitan lebih besar daripada penggalian di daratan.
Semua upaya pengembangan itu, baik pada tataran teori dan model metode dan teknik penelitian, maupun perumusan permasalahan, tentulah senantiasa memerlukan suatu pertanggungjawaban akademik yang memungkinkan perunutan dan pengujian secara berkelanjutan.
Setelah mengenali berbagai  kebutuhan pengembangan akademik maupun penggunaan terapan tersebut di atas, maka diperlukan suatu strategi dan rancangan fasilitas agar semua kebutuhan itu dapat terpenuhi. Pembangunan dan pemberdayaan institusi adalah satu titik strategis yang mutlak diperlukan. Institusi-institusi yang sudah ada dan memerlukan peningkatan keberdayaannya adalah perguruan tinggi yang mengasuh program studi arkeologi serta instansi-instansi pemerintah yang bertugas di bidang arkeologi. Instansi-instansi pemerintah itu meliputi puslitarkenas dengan semua kantor daerahnya,  Direktorat Purbakala dengan semua kantor di provinsi-provinsi. Seluruh institusi yang ada itu perlu senantiasa bersinergi untuk bersama menyusun garis-garis besar program nasional pengembangan arkeologi.
Selanjutnya, kerja sama lintas sektor pun membutuhkan perhatian yang seksama. Disamping antara sektor pendidikan dan kebudayaan, perlu pula kelautan, prasarana wilayah, dalam negeri, luar negeri, hukum dan lain-lain diperhitungkan peranannya sebagai penyedia salah satu aspek pengembangan arkeologi, baik sebagai subjek akademik maupun sebagai pengetahuan terapan. Program kerjasama pun perlu dirancang, antara unsur-unsur pemerintah dengan institusi-institusi yang telah disebut di atas, bersama badan-badan atau pun perhimpunan-perhimpunan swasta yang bergrak di bidang yang bersangkut-paut dengan disiplin dan data arkeologi.
Kerjasama lintas instansi, lintas lembaga, dan lintas sektor itu selayaknya diarahkan pada:
  1. Peningkatan kualitas kepakaran serta reputasi intenasional dari para ahli arkeologi Indonesia;
  2. Peningkatan pemahaman publik atas relevansi arkeologi dalam pembangunan bangsa dan negara;
  3. Peningkatan keberdayaan masing-masing institusi Pembina arkeologi melalui pemutakhiran sarana-sarana kerjanya, baik yang bersifat perangkat lunak maupun perangkat keras.
  4. Peningkatan kualitas jaringan komunikasi ilmiah dan professional arkeologi
Seni
Sejarah Seni Pertunjukan
Sejarah seni pertunjukan dalam rangka suatu paparan tentang sejarah kebudayaan Islam haruslah memberikan ruang yang cukup untuk pembahasan peranan seni pertunjukan dalam perkembangan umum kebudayaan. Artinya, pembahasan seni pertunjukan itu tidak dapat terbatas pada permasalahan disekitar gaya dan teknik keseniannya saja, tetapi juga harus menyentuh masalah-masalah yang terkait dengan nilai-nilai dan konsepsi-konsepsi budaya yang melingkupinya.
Permasalahan sumber dan rekonstruksi
Untuk menyusun suatu sejarah diperlukan sejumlah data berurut dari masa ke masa. Dalam hal sejarah kebudayaan Indonesia, periodesasi yang dapat disusun adalah mengikuti perkembangan kebudayaan yang masing-masing dibatasi oleh seperangkat perubahan besar yang disebabkan oleh revolusi dari dalam masyarakat yang bersangkutan, ataupun suatu pasokan pengaruh besar yang datang dari luar, yang melalui proses tertentu diserap dan lambat laun mengubah citra budaya pada pihak penerima pengaruh. Demikianlah dengan pembatasan waktu yang berbeda-beda pada berbagai daerah, Indonesia secara keseluruhan dapat dipilah zaman-zaman budaya sebagai berikut;
  1. Zaman prasejarah awal. Zaman ini ditandai oleh peri kehidupan manusia yang belum hidup menetap dan belum berkelompok dengan suatu sistem organisasi yang tetap. Dalam peristilahan prasejarah zaman ini disebut Palaeo dan Meso lithik. Dari zaman ini di Indonesia tidak ditemukan data mengenai kemungkinan adanya seni pertunjukan.
  2. Zaman prasejarah akhir. Zaman ini terdiri dari dua babakan, yaitu apa yang disebut Neolithik dan perunggu besi. Pada masa neolithik orang sudah bercocok tanam dan hidup menetap. Selanjutnya dalam masa perunggu besi orang telah membuat alat-alat loga, serta dalam masyarakatnya telah terbentuk kelompok orang dengan berkeahlian-keahlian khusus. Pada beberapa benda logam hasil zaman ini terdapat sejumlah penggambaran, yang berdasarkan analogi etnografik, dapat ditafsirkan sebagai gambar-gambar orang menari dengan mengenakan hiasan kepala dengan bulu-bulu panjang dan mungkin dengan menggunakan topeng.
  3. Zaman hindu budha. Zaman ini memperlihatkan lonjakan data berkenaan dengan seni pertunjukan. Hal ini lebih didukung oleh terdapatnya sumber-sumber tertulis. Akulturasi dengan kebudayaan India, sebagai penanda utamanya, memperlihatkan pengaruh besar di bidang seni, termasuk seni pertunjukan. Relief-relief candi dengan jelas memperlihatkan adegan menari dan bermain musik.
  4. Zaman Islam. Zaman ini memperlihatkan suatu masukan tersendiri dalam perkembangan seni pertunjukan di Indonesia, khususnya dalam seni musik dengan ciri khasnya berupa permainan rebana. Dalam hal ini unsur-unsur budaya masa Hindu Budha itu banyak yang terbawa terus meski didalam ekspresi budaya terlihat unsur islami yang jelas
  5. Zaman kolonial. Bersamaan kedatangan orang Eropa, Belanda, dan Inggris bangsa Indonesia diperkenalkan dengan gagasan-gagasan baru, seperti prinsip-prinsip keilmiahan, sistem pendidikan formal, serta juga bentuk-bentuk kesenian Eropa. Dalam seni pertunjukan ragam baru yang diperkenalkan adalah apa yang disebut toneel dan musik diatnik.
  6. Zaman kemerdekaan sebagai Republik Indonesia. Zaman Indonesia merdeka ini memperlihatkan kekhasan dalam perkembangan seni, termasuk seni pertunjukan; disatu sisi bentuk baru yang khususnya diambila alih dari kebudayaan Eropa digunakan untuk memperkembangkan suatu ragam baru kesenian yang sekaligus juga menjadi suatu kesenian nasional.
Fungsi Pertunjukan
Berbagai fungsi seni pertunjukkan yang dapat dikenali, baik lewat data masa lalu maupun data etnografik masa kini, meliputi fungsi-fungsi religious, peneguhan integrasi sosial, edukatif, dan hiburan. Yang berubah dari zaman ke zaman adalah penekanan pada fungsi (fungsi) tertentu maupun bentuk-bentuk pernyataannya. Kadang-kadang muncul fungsi baru yang sebelumnya tidak dikenal, atau dikenal secara implicit saja, misalnya seni pertunjukkan sebagai saluran dakwah yang dikenal dalam masa Islam. Seni pertunjukkan, seperti disiratkan dalam karya-karya sastra, dijelaskan juga sebagai sarana pendidikan untuk memperkuat atau memperlengkap kekuatan kepribadian.
Fungsi penikmatan estetik, jadi pemenuhan kebutuhan estetik, mengharuskan upaya kesenian juga tidak dilepaskan dari pemikiran atau konseptualisasi berkenaan dengan hakikat kesenian maupun kaidah-kaidah seni, serta lebih detail lagi pencermatan akan teknik-teknik yang memungkikna tampilnya keunggulan. Fungsi peneguhan struktur  dan integrasi sosial tersirat dari adanya; tari tertentu untuk ditarikan oleh raja; tari tertentu yang hanya boleh dimiliki oleh raja; tarian bersama secara berkeliling oleh para tetua desa, lelaki dan perempuan; dan lain-lain. Adapun seni pertunjukkan juga dapat mempunyai fungsi pemenuhan kebutuhan ekonomi, seperti tertera dari adanya kelompok pertunjukkan yang ngamen.
Seni Pertunjukan dan Seni Rupa
Data masa hindu-budha  menunjukkan adanya keterkaitan kaidah cara berungkap antara seni pertunjukkan bercerita dan seni seni pahat relief bercerita.
Sejarah
Sejarah Perkembangan bangsa
Bangsa Indonesia adalah sebuah bangsa baru yang terdiri  dari berbagai suku bangsa, yang semua pada dasarnya adalah pribumi, artinya semua suku-suku bangsa yang meskipun dahulu kala berimigrasi dari tempat lain, secara turun temurun telah tinggal di wilayah geografis Indonesia sekarang ini, dan merasa  bahwa itu adalah tanah airnya. Bangsa baru ini terbentuk karena suatu kemajuan politik untuk menyatakan diri, dan dengan itu membangun sebuah negara serta membebaskan diri dari segala bentuk penjajahan oleh bangsa  lain. Dalam paparan berikut ini akan diberikan suatu kilas balik, untuk memperdalam pemahaman mengenai dari mana kita berasal, dan pengalaman sejarah apa yang ada pada bangsa kita ini.
Pada masa-masa yang lalu, baik yang jauh (berabad-abad) maupun yang dekat, masing-masing suku bangsa di Indonesia ini berdiri sendiri dan terpisah-pisah, baik secara sosial, budaya maupun politik. Setiap satuan itu mengurusi kepentingannya sendiri masing-masing. Jenis satuan organisasi kemasyarakatan atau kenegaraannya pun berbeda-beda, dari yang relative dan berpindah-pindah sehingga tidak terlalu terkait oleh kawasan hunian yang tetap, hingga yang amat besar, menetap, dan bahkan berekspansi, serta berstratifikasi pula. Namun demikian, dari waktu ke waktu terbentuk juga ikatan-ikatan persekutuan  antara dua atau lebih satuan masyarakat atau negara. Tidak jarang ikatan-ikatan seperti itu membentuk jaringan hubungan yang membaku dan mentradisi, seperti raja Ampat di Maluku. Dalam kasus Singasari, Majapahit, dan Mataram yang berpusat di jawa, bahkan terbentuk organisasi kenegaraan yang bersifat imperium. Adapun bentuk kenegaraan Sriwijaya yang berpusat di Sumatera itu hingga kini belum jelas benar, walaupun sudah banyak dikembangkan interpretasi bahwa Sriwijaya adalah suatu kerajaan yang luas cakupan pengaruhnya, dan mempunyai dasar kekuatan yang luas cakupan pengaruhnya, dan mempunyai dasar kekuatan integrasinya pada jaringan kekuatan maritime, baik dalam bentuk Bandar-bandar (pada pantai dan muara sungai) maupun armada kapal layar.
Kebudayaan yang dimiliki oleh manusia Indonesia hingga dewasa ini secara keseluruhan dapat digambarkan sebagai tumpukan pengalaman budaya dan pembangunan budaya yang terdiri dari lapisan-lapisan budaya yang terbentuk sepanjang sejarahnya. Adanya pilahan lapisan-lapisan tersebut dikesankan oleh terdapatnya perubahan-perubahan sistemik pada periode tertentu, yang disebabkan oleh proses akulturasi. Tiga pengalaman  besar dalam akulturasi di Indonesia adalah; yang pertama, ketika menyerap agama Hindu dan Budha beserta kompleks kebudayaan India secara selektif, kemudian yang kedua adalah akulturasi dengan peradaban Islam, dan yang terakhir adalah akulturasi dengan kebudayaan Eropa yang terjadi bersamaan dengan proses kolonisasi dan penjajahan oleh bangsa-bangsa Eropa. Perubahan-perubahan yang amat kentara adalah dalam perkembangan bahasa, penggunaan aksara, dan pada batas-batas tertentu tata masyarakat. penyerapan unsur-unsur asing tersebut tidaklah sama dalam jumlah dan intensitas pada masing-masing suku bangsa di Indonesia. Di samping itu, unsur-unsur budaya baru dari luar itu berbeda-beda pula daya jangkau teritorialnya. Konfigurasi historis dengan segala keragaman perbedaan budaya sebagai perwujudannya itu perlu dipahami lebih baik oleh seluruh warga negara Indonesia di masa kini, sehingga wawasan kebangsaan kita dapat menjadi lebih mendalam dan tidak semata-mata terbelenggu oleh kondisi-kondisi temporer di masa kini saja.
Sepanjang sejarah agama budha di Indonesia, terdapat pertunjukan bahwa disini pernah dikenal berbagai aliran dari agama tersebut. Sejumlah data tekstual, maupun artefaktual candian, arca dan relief serta materai tanah liat dengan teks atau representasi yang bersifat baudda merupakan petunjuk-petunjuk ke arah interpretasi akan dikenalnya berbagai aliran atau setidaknya kecenderungan pemikiran dan atau peribadatan setidaknya kecenderungan pemikiran dan atau peribadatan, di dalam sejarah agama budha di Indonesia.
Namun, apa yang terjadi di Indonesia adalah lebih dari pada sekadar peminjaman tanda-tanda ikonografik dan penyamanan tokoh-tokoh kedewatan. Data jawa tengah abad VIII-X masehi menunjukkan adanya suatu masa agama Budha menonjol sebagai agama yang didukung negara (terlihat pada peninggalan di jawa seperti Borobudur, Mendut, Ngawen, Kalasan, Sari, Sajiwan, Plaosan, Sewu; serta juga sejumlah percandian di Sumatera).
Itu hanyalah sekelumit dari pengalaman sejarah budaya bangsa Indonesia, dan yang menyangkut hanya sebagian dari bangsa ini dan hanya berkaitan dengan perkembangan agama Budha di Indonesia.
  1. Sejarah kebudayaan Indonesia dan keanekaragaman budaya
Suatu kajian sejarah kebudayaan dapat menyoroti keseluruh perkembangan kebudayaan di suatu daerah atau negara, namun dapat juga secara khusus memberikan sorotan terhadap salah satu aspek sejarah kebudayaan, ataupun salah satu komponen kebudayaan. Komponen suatu kebudayaan adalah apa yang disebut juga sebagai unsur kebudayaan, seperti sistem kepercayaan, sistem pengetahuan, sistem perekonomian, sistem kesenian, sistem komunikasi, sistem organisasi sosial dan seterusnya. Suatau gambaran sejarah kebudayaan yang menyeluruh akan memberikan paparan mengenai perkembangan budaya dengan segala unsurnya itu.
Penyusunan suatu sejarah kebudayaan sangat bergantung pada data budaya dari masa-masa lalu. Atas data tersebutlah dilakukan interpretasi. Data masa lalu itu ada yang berupa benda, ada pula yang berupa teks, ataupun bekas-bekas kehidupan non benda seperti bekas parit, bekas lubang tiang, dan lain-lain. Di samping tinggalan masa lalu yang bersifat hasil budaya terdapat juga tinggalan alamiah seperti bekas garis pantai kuno, bekas timbunan lava, dan lain-lain yang dapat bermanfaat untuk penulisan sejarah kebudayaan karena hal-hal tersebut memberikan data mengenai lingkungan atau keadaan alam tertentu yang dapat mempunyai pengaruh keadaan alam tertentu yang dapat mempunyai pengaruh yang berarti terhadap kebudayaan yang berasosiasi dengannya.
Di masa-masa yang lalu terdapat berbagai negara yang pernah hidup di atas tanah air Indonesia ini, masing-masing dengan batas-batas wilayahnya, yang ada kalanya jelas namun lebih sering samar-samar. Namun tidak jarang pula kita memperoleh data tentang keanekaragaman penduduk suatu negara. Ada kalanya dua atau lebih bangsa menyatu dalam kesetaraan di dalam sebuah negara, tetapi ada kalanya pula sejumlah bangsa yang hidup di sebuah negara tetap digolongkan sebagai bangsa asing.
Kehidupan pada masa prasejarah dalam satuan-satuan kemasyarakatan yang relative terpisah satu sama lain telah memberikan peluang besar untuk tumbuhnya kebudayaan dengan ciri-ciri khasnya masing-masing. Keunikan budaya masing-masing tersebut mendapat momentum untuk pemantapan ketika masyarakat yang bersangkutan telah menginjak pada kehidupan menetap dan dalam modus kehidupan yang demikian mengembangkan konsep tentang kepemimpinan dan tata masyarakat yang lebih rumit.
Kekuatan di dalam  masyarakat juga dapat dilihat peranannya dalam menentukan hubungan-hubungan yang dapat dilakukan dengan bangsa atau negara lain. Hubungan antarbudaya itulah yang pada dasarnya dapat berakibat pada terjadinya pengambilalihan elemen-elemen budaya asing tertentu, atau sebaliknya, pada penyebaran elemen budaya setempat  ke luar dan diambil alih oleh bangsa lain. Pada pertemuan buday yang tidak simetris, yang terjadi adalah akulturasi.
Semua proses itu, baik perkembangan internal maupun pengaruh mempengaruhi bangsa, telah mewujudkan pula keanekaragaman yang lebih bervariasi lagi diantara berbagai suku bangsa di Indonesia ini. Keanekaragaman budaya itu kita dudukkan sebagai asset bangsa, yang dapat membuat kehidupan budaya kita hangat dengan interaksi budaya yang senantiasa actual.
Menumbuhkan kesadaran budaya dan kesadaran sejarah adalah tugas kita bersama, para guru dan para pengisi media massa pada masyarakat luas. Adanya kesadaran budaya ditandai pertama pengetahuan akan adanya berbagai kebudayaan suku bangsa yang masing-masing mempunyai  jati diri beserta keungulannya; kedua sikap terbuka untuk menghargai dan berusaha memahami kebudayaan suku-suku bangsa  diluar suku bangsa sendiri, dengan kata lain, kesediaan untuk saling kenal; ketiga pengetahuan akan adanya berbagai riwayat perkembangan budaya di berbagai tahap masa silam; keempat pengertian bahwa disamping merawat dan mengembangkan unsur-unsur warisan budaya, kita sebagai bangsa Indonesia yang bersatu juga sedang memperkembangkan sebuah kebudayaan baru, yaitu kebudayaan nasional, yang dapat mengambil sumber dari manapun yaitu dari warisan budaya kita sendiri maupun dari unsur budaya asing yang dianggap dapat meningkatkan harkat bangsa.
Pada dasarnya kesadaran sejarah mempersyaratkan beberapa hal, pertama pengetahuan akan peristiwa-peristiwa sejarh yang mewujudkan bangsa inna, kemudian membawa bangsa Indonesia ini menuju kemerdekaannya dari penjajahan; kedua pengetahuan akan rekadaya kekuasaan dari luar Indonesia untuk menguasai negara-negara di Indonesia dengan usaha-usaha dominasi ekonomi dan militer, serta mengadu domba atau mempertajam pertikaian yang sudah ada sehingga akhirnya kekuasaan untuk menentukan segala sesuatunya berada  di tangan penjajah; ketiga pemihakan yang kuat untuk martabat dan kewibawaan negara dan bangsa Indonesia di hadapan bangsa lain.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
  • Arkeologi sebagai sebuah bidang ilmu, dimanapun itu dilaksanakan tidak akan dapat dan tidak boleh menyalahi kaidah-kaidah keilmuan modern yang transparan dan senantiasa siap untuk diuji. Arkeologi Indonesia adalah pengetahuan arkeologi tentang Indonesia.
  • Pembahasan seni pertunjukan itu tidak dapat terbatas pada permasalahan disekitar gaya dan teknik kesenian saja, tetapi juga harus menyentuh masalah-masalah yang terkait dengan nilai-nilai dan konsepsi-konsepsi budaya yang melingkupinya.
  • Kalau kita bicara tentang sejarah kebudayaan Indonesia, sudah tentu pembatas cakupan wilayahnya adalah batas-batas geograf Indonesia dewasa ini. Dengan kata lain Indonesia dalam sejarah kebudayaan Indonesia itu adalah sebenarnya batasan geografis, bukan batasan kebangsaan atau budaya.

Bagaimana Penalaran Dipergunakan dalam Proses Berbahasa?


Jika seseorang melakukan penalaran, maksudnya tentu adalah untuk menemukan kebenaran. Kebenaran dapat dicapai jika syarat – syarat dalam menalar dapat dipenuhi.
  • Suatu penalaran bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang akan sesuatu yang memang benar atau sesuatu yang memang salah.
  • Dalam penalaran, pengetahuan yang dijadikan dasar konklusi adalah premis. Jadi semua premis harus benar. Benar di sini harus meliputi sesuatu yang benar secara formal maupun material. Formal berarti penalaran memiliki bentuk yang tepat, diturunkan dari aturan – aturan berpikir yang tepat sedangkan material berarti isi atau bahan yang dijadikan sebagai premis tepat


Penalaran menghasilkan pengetahuan yang diartikan dengan kegiatan berpikir dan bukan perasaan. Dengan demikian kita patut sadari bahwa tidak semua kegiatan berpikir  menyandarkan diri pada penalaran. Jadi penalaran merupakan kegiatan berpikir yang mempunyai karakteristik dalam menemukan kebenaran.
Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Karena tidak semua cara berpikir manusia itu sama oleh sebab itu kegiatan proses berpikir untuk menghasilkan pengetahuan yang benar itu pun juga berbeda-beda. Penalaran merupakan suatu proses penemuan kebenaran dimana tiap-tiap jenis penalaran mempunyai criteria kebenaran masing-masing.
Penalaran mempunyai ciri-ciri tertentu :
  1. Suatu pola berpikir yang secara luas dapat disebut logika.
Dalam hal ini bahwa tiap bentuk penalaran memiliki logika tersendiri atau disebut juga dengan kegiatan penalaran merupakan suatu proses berpikir logis.
  1. Penalaran adalah sifat anaditik dari proses berpikirnya penalaran merupakan suatu kegiatan berpikir  yang menyandarkan diri kepada suatu analisa dan kerangka berpikir yang dipergunakan untuk analisis tersebut  adalah logika penalaran yang besangkutan. Artinya penalaran ilmiah merupakan suatu kegiatan analisis yang mempergunakan logika ilmiah.
KESALAHAN PENALARAN

Kesalahan Penalaran dapat terjadi di dalam proses berpikir utk mengambil keputusan. Hal ini terjadi karena ada kesalahan pada cara penarikan kesimpulan. Salah nalar lebih dari kesalahan karena gagasan, struktur kalimat, dan karena dorongan emosi.
Ada dua macam:
Salah nalar induktif,yaitu berupa
(1) kesalahan karena generalisasi yang terlalu luas,
(2) kesalahan penilaian hubungan sebab-akibat,
(3) kesalahan analogi.
2. Kesalahan deduktif dapat disebabkan karena:
(1) kesalahan karena premis mayor tidak dibatasi;
(2) kesalahan karena adanya term keempat;
(3) kesalahan karena kesimpulan terlalu luas/tidak dibatasi; dan
(4) kesalahan karena adanya 2 premis negatif.

Pengertian dan contoh salah nalar :
  1. Gagasan,
  2. pikiran,
  3. kepercayaan,
  4. simpulan yang salah, keliru, atau cacat.
Dalam ucapan atau tulisan kerap kali kita dapati pernyataan yang mengandung kesalahan. Ada kesalahan yang terjadi secara tak sadar karena kelelahan atau kondisi mental yang kurang menyenangkan, seperti salah ucap atau salah tulis misalnya.
Ada pula kesalahan yang terjadi karena ketidaktahuan, disamping kesalahan yang sengaja dibuat untuk tujuan tertentu. Kesalahan yang kita persoalkan disini adalah kesalahan yang berhubungan dengan proses penalaran yang kita sebut salah nalar. Pembahasan ini akan mencakup dua jenis kesalahan menurut penyebab utamanya, yaitu kesalahan karena bahasa yang merupakan kesalahan informal dan karena materi dan proses penalarannya yang merupan kesalahan formal.
Gagasan, pikiran, kepercayaan atau simpulan yang salah, keliru, atau cacat disebut sebagai salah nalar.
Berikut ini salah nalar yang berhubungan dengan induktif, yaitu :
A. Generelisasi terlalu luas
Contoh : perekonomian Indonesia sangat berkembang
B. Analogi yang salah
Contoh : ibu Yuni, seorang penjual batik, yang dapat menjualnya dengan harga terjangkau. Oleh sebab itu, ibu Lola seorang penjual batik, tentu dapat menjualya dengan harga terjangkau.

Jenis – jenis salah nalar
  1. Deduksi yang salah : Simpulan dari suatu silogisme dengan diawali premis yang salah atau tidak memenuhi persyaratan.
contoh :
  • Kalau listrik masuk desa, rakyat di daerah itu menjadi cerdas.
  • Semua gelas akan pecah bila dipukul dengan batu.
  1. Generalisasi terlalu luas
Salah nalar ini disebabkan oleh jumlah premis yang mendukung generalisasi tidak seimbang dengan besarnya generalisasi itu sehingga simpulan yang diambil menjadi salah.
Contoh :
  • Setiap orang yang telah mengikuti Penataran P4 akan menjadi manusia Pancasilais sejati.
  • Anak-anak tidak boleh memegang barang porselen karena barang itu cepat pecah.
  1. Pemilihan terbatas pada dua alternatif
Salah nalar ini dilandasi oleh penalaran alternatif yang tidak tepat dengan pemilihan jawaban yang ada.
Contoh :
  • Orang itu membakar rumahnya agar kejahatan yang dilakukan tidak diketahui orang lain.
  1. Penyebab Salah Nalar
Salah nalar ini disebabkan oleh kesalahan menilai sesuatu sehingga mengakibatkan terjadinya pergeseran maksud.
Contoh:
  • Broto mendapat kenaikan jabatan setelah ia memperhatikan dan mengurusi makam leluhurnya.
  • Anak wanita dilarang duduk di depan pintu agar tidak susah jodohnya.
  1. Analogi yang Salah
Salah nalar ini dapat terjadi bila orang menganalogikan sesuatu dengan yang lain dengan anggapan persamaan salah satu segi akan memberikan kepastian persamaan pada segi yang lain.
Contoh:
  • Anto walaupun lulusan Akademi Amanah tidak dapat mengerjakan tugasnya dengan baik.
  1. Argumentasi Bidik Orang
Salah nalar jenis ini disebabkan oleh sikap menghubungkan sifat seseorang dengan tugas yang diembannya.
Contoh:
  • Program keluarga berencana tidak dapat berjalan di desa kami karena petugas penyuluhannya memiliki enam orang anak.